Jumat, 18 Desember 2009

Fatwa Tentang Keluarga Islami


(S) Bagaimana Islam mempersiapkan keberadaan seorang anak sebelum kedua orang tuannya menikah?
(J) Jika maksud yang paling inti dari dibentuknya keluarga adalah anak yang shaleh, -sebagaimana yang akan dijelaskan kemudian dari pendapat Al-Gazali dan lainya- maka tidaklah mungkin hanya sekedar pertemuan antara seorang pria dengan seorang wanita dapat mewujudkan tujuan tersebut, tetapi harus memperhatikan kaidah-kaidah dan asas-asas yang diatasnya lah bangunan keluarga dibangun, sebagaimana yang ditetapkan Islam, dimana dijelaskan perkara-perkara yang harus diketahui ketika memilih pasangan hidup yang mampu membantu terwujudnya maksud tersebut. Merupakan kewajiban bagi pemuda untuk memilih seorang wanita yang memiliki komitmen agama dan akhlak yang baik. Inilah yang ditegaskan Rasulullah SAW dengan sabdanya:
”Dunia itu adalah perhiasan dan sebaiknya perhiasan adalah wanita yang shalehah.” (HR. Muslim dari Ibnu Umar).Dan dengan sabda beliau:”Sebaiknya perempuan adalah ....perempuan quraisy yang paling baik adalah yang paling lembut terhadap anak ketika kecilnya dan yang menjaga harta yang dimiliki tangan suaminya (mutafaq ‘alaih dari riwayat Abu Hurairah RA).
Tidaklah diragukan bahwa perempuan dengan kedudukannya sebagai pemimpin rumah, karena dialah yang mengatur dalam rumah tangga suaminya,bertanggung jawab atas semua itu,jika ia seorang perempuan yang sholehah maka ia akan menegakkan rumahnya dengan peraturan yang ketat dan memenuhinya dengan sebab-sebab kebahagian, ia akan bersungguh-sungguh dalam mendidik anak-anaknya, maka terpancarlah dalam diri anak-anaknya akhlak yang terpuji.Ia pun akan membiasakan anak-anaknya dengan adat yang baik, menghindarkan mereka dari akhlak yang jelek dan adat yang buruk. Namun jika ia seorang yang jelek sifatnya maka akan tersebarlah dalam anak-anaknya bibit-bibit kerusakan. Ia akan membekali anak-anaknya dalam kehidupan mereka dengan sejelek-jeleknya bekal yang nantinya akan menghancurkan dan menjatuhkan sebuah generasi.
Saya akan mengingatkan anda dengan ucapan Abul Aswad Ad-Dualy kepada putera-puterinya; “Aku telah berbuat baik kepada kalian sejak kecil hingga kini dewasa bahkan sebelum kalian dilahirkan”, putera-putrinya bertanya:” bagaimana engkau berbuat baik kepada kami sebelum kami dilahirkan?” Beliau menjawab:”Aku telah pilihkan bagi kalian dari ibu yang tidak ada cacian baginya”.
Sebagaimana janin memerlukan seorang ibu yang shalehah memiliki agama yang baik untuk memeliharanya dan janin itu akan terdidik sejak dalam rahimnya, serta ia akan membawa sifat-sifatnya, demikian juga ia memerlukan seorang bapak yang shaleh yang melindunginya dan melindungi ibunya. Disinilah terletak tanggung jawab keluarga istri dan walinya dengan tidak menikahkan anak-anak puterinya dengan siapa saja yang melamar, akan tetapi haruslah ada klarifikasi dan kejelasan terhadap kebaikan sang pelamar baik dari segi aqidahnya, agamanya dan kebaikan akhlaknya. Fitnah mana yang terbesar, dan kerusakan yang menyeluruh dan mengeneral atas agama, akhlak dalam sebuah keluarga, masyarakat, ketika seorang gadis muslimah diserahkan kepada seorang laki-laki yang yang menyimpang (aqidahnya) tidak mengenal kemulian, kecemburuan yang memaksanya untuk menanggalkan hijab, bercambur baur, mendorongnya untuk melepaskan ikatan agamanya, akhlaknya, ditambah lagi pengaruh pada anak-anaknya dengan pengaruh akhlak yang jelek dan tabiat yang buruk. Secara ilmiyah telah ditetapkan bahwa bayi akan mengikuti sifat-sifat orang tuanya baik dalam akhlaknya, badannya, akalnya sejak ia dilahirkan. Ketika penetapan suami dan pemilihan istri dilandasi oleh asas kemulian, kesholehan, maka tidaklah diragukan bahwa anak-anak akan tumbuh dalam lingkungan yang baik, dalam iffah , kesucian, dan keistiqomahan.Ketika dalam diri anak terhimpun antara warisan kebaikan dan pendidikan yang mulia maka akan mencapai –dengan izin Allah SWT- keluhuran dalam agama dan akhlak dan jadilah ia contoh dalam ketakwaan, kemulian, kebaikan pergaulan, dan akhlak yang mulia. Tidaklah ada bagi orang yang berkeinginan untuk menikah kecuali ia benar-benar baik dalam menentukan pilihan, dan memutuskan pasangan hidup yang telah terseleksi dengan baik jika ia menginginkan keturunan yang shaleh , selamat, suci dan beriman.

Tidak ada komentar: